Pemerintah Perketat Pengawasan Usai Kasus Keracunan Program MBG

Kementerian Kesehatan akan perketat pengawasan terhadap program MBG (Foto: ugm.ac.id).

PARBOABOA, Jakarta - Kementerian Kesehatan memastikan akan membuat laporan berkala terkait kasus keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

Mekanismenya disebut mirip dengan pelaporan kasus COVID-19 yang pernah dilakukan sebelumnya.

"Mungkin nanti kita akan berkoordinasi dengan Badan Komunikasi Pemerintah, kalau perlu misalnya ada update harian atau mingguan atau bulanan yang seperti dulu kita lakukan pada saat COVID, itu kita bisa lakukan," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat Konpers di Jakarta, Kamis (2/10/2025).

Budi menjelaskan, sistem pencatatan akan dikonsolidasikan antara Kementerian Kesehatan dan Badan Gizi Nasional (BGN), sehingga data harian maupun mingguan bisa dipantau secara lebih rapi. 

“Bahwa dari sisi angka-angka, keracunan yang terjadi, kita sudah sepakat menggunakan sistem yang ada sekarang yang sudah dibangun laporannya dari level puskesmas ke atas,” tambahnya.

Pemerintah juga menggelar rapat koordinasi lanjutan terkait kejadian luar biasa (KLB) keracunan MBG, dengan sejumlah langkah pengawasan baru.

Untuk mencegah kasus serupa, pemerintah menetapkan tiga standar sertifikasi yang wajib dipenuhi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), yakni Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS), Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), serta sertifikasi halal.

Selain memperkuat pengawasan internal oleh BGN, pemerintah juga melibatkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai pengawas eksternal. 

Tak hanya itu, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) ikut dilibatkan melalui pemanfaatan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) untuk memantau langsung di tingkat penerima manfaat.

Data Kasus Keracunan MBG

BGN melaporkan bahwa sepanjang Januari–September 2025 terdapat 70 kasus keracunan dengan total 5.914 penerima MBG terdampak.

Di Wilayah I (Sumatera) terdapat setidaknya 9 kasus, yang menyebabkan 1.307 korban, termasuk yang terjadi di Kabupaten Lebong (Bengkulu) dan Kota Bandar Lampung (Lampung).

Sementara itu, Wilayah II (Pulau Jawa) mencatat 41 kasus, dengan 3.610 korban. Terakhir, Wilayah III (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, dan Nusa Tenggara) terdapat 20 kasus, dengan 997 korban.

Dari hasil pemeriksaan, penyebab utama keracunan berasal dari berbagai jenis bakteri. Antara lain E. Coli pada air, nasi, tahu, dan ayam. 

Selain itu, ada bakteri Staphylococcus Aureus pada tempe dan bakso; Salmonella pada ayam, telur, dan sayur; Bacillus Cereus pada mie; serta bakteri lain seperti Coliform, Klebsiella, dan Proteus dari air yang terkontaminasi.

Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menegaskan pihaknya bertanggung jawab penuh atas kejadian ini dan berkomitmen melakukan evaluasi menyeluruh. 

“BGN bertanggung jawab penuh, dan kami akan berbenah agar kejadian serupa tak terulang ke depannya,” tegasnya.

Dengan berbagai langkah tersebut, pemerintah berupaya menyeimbangkan kebutuhan gizi masyarakat sekaligus memastikan keamanan pangan agar program MBG benar-benar memberi manfaat tanpa menimbulkan risiko kesehatan.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS