Komdigi Perkuat Perlindungan Anak dari Bahaya Deepfake

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nezar Patria. (Foto:Dok. ANTARA)

PARBOABOA, Jakarta - Di tengah derasnya arus kemajuan teknologi digital, ancaman konten manipulatif seperti deepfake semakin nyata membayangi ruang digital Indonesia.

Menyadari dampak besarnya bagi kelompok rentan, terutama anak-anak dan perempuan, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bertekad memperkuat benteng perlindungan dengan literasi, penindakan tegas, dan regulasi yang berpihak pada keselamatan pengguna.

Adapun upaya ini ditempuh dengan menggenjot upaya menciptakan ruang digital yang lebih aman dan sehat untuk seluruh masyarakat.

Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menegaskan komitmen tersebut dalam forum Banyuwangi Berseri dalam Semangat Literasi yang berlangsung pada Kamis (24/7/2025).

Dalam paparannya, Nezar menekankan tiga langkah utama yang kini menjadi fokus: peningkatan literasi digital, penindakan tegas terhadap konten berbahaya, serta penguatan regulasi perlindungan anak.

“Komdigi tidak tinggal diam menghadapi tantangan era digital. Kami terus mendorong literasi digital agar masyarakat lebih kritis, melakukan takedown konten negatif yang berpotensi merugikan, serta menggandeng aparat hukum untuk menindak pelanggaran di ranah digital,” jelas Nezar melalui pernyataan tertulis yang dirilis Sabtu (26/7/2025).

Ancaman yang dihadapi saat ini tidak bisa dianggap remeh. Nezar mengingatkan, salah satu tantangan terberat datang dari kemajuan teknologi yang semakin sulit dibedakan antara fakta dan rekayasa.

Fenomena deepfake yaitu, teknologi manipulasi visual dan audio dengan kecerdasan buatan (AI), kini berkembang begitu cepat, membuka ruang kejahatan digital yang menyesatkan publik.

Tak hanya memutarbalikkan fakta, konten deepfake kerap menargetkan perempuan dan anak-anak yang merupakan kelompok paling rentan.

“Gelombang inovasi teknologi membuka peluang luar biasa, tetapi sekaligus menghadirkan celah kejahatan yang bisa merusak kepercayaan masyarakat,” kata Nezar.

Berdasarkan laporan Sensity AI, sejak 2019 terjadi lonjakan kasus deepfake hingga 550 persen. Ironisnya, 90 persen di antaranya digunakan untuk tujuan merugikan, termasuk pelecehan berbasis gender.

Data global juga menunjukkan, setidaknya 11 persen perempuan berusia 15–29 tahun pernah mengalami kekerasan berbasis gender online sejak masih belia.

PP TUNAS dan Literasi Digital

Sebagai upaya konkret, Komdigi kini mengandalkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 atau yang dikenal sebagai PP TUNAS, yang mengatur penyelenggaraan sistem elektronik untuk memperkuat perlindungan anak di dunia digital.

Nezar berharap regulasi ini dapat diimplementasikan secara masif di tingkat daerah dengan dukungan para pemangku kepentingan, terutama sekolah dan komunitas lokal.

Ia menegaskan, literasi digital harus menjadi keterampilan dasar bagi setiap individu.

Masyarakat perlu dibekali kemampuan berpikir kritis dalam memilah informasi, serta menjaga kerahasiaan data pribadi di tengah serbuan teknologi AI.

“AI seharusnya menjadi sahabat berimajinasi dan berinovasi, bukan alat untuk menipu atau mencelakakan orang lain,” tegasnya.

Nezar menutup paparannya dengan ajakan kepada seluruh elemen bangsa, pemerintah daerah, komunitas, sekolah, dan keluarga untuk bersama-sama membangun ekosistem digital yang sehat, inklusif, dan aman.

Menurutnya, hanya dengan kerja sama dan kolaborasi lintas sektor, manfaat teknologi bisa dioptimalkan, sementara risikonya dapat ditekan seminimal mungkin.

“Dengan sinergi kita bisa mencetak generasi muda yang cerdas, kritis, dan berdaya saing. Semua ini adalah bekal penting menuju Indonesia Emas 2045,” pungkasnya optimistis.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS