Terobosan 10 Tahun: Indonesia-UE Sepakati IEU-CEPA, Pasar Eropa Kini Terbuka Lebar

Presiden Prabowo Subianto berdiri berdampingan dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. (Foto: Dok. ekon.go.id)

PARBOABOA, Jakarta - Setelah melewati sepuluh tahun negosiasi yang penuh dinamika dan tarik-ulur kepentingan, Indonesia akhirnya menorehkan sejarah baru di panggung perdagangan internasional.

Melalui penandatanganan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), Indonesia resmi membuka gerbang kerjasama ekonomi komprehensif dengan Uni Eropa—sebuah langkah strategis yang diyakini akan membawa angin segar bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Kesepakatan bersejarah ini menjadi angin pendorong bagi pelaku ekspor Indonesia. Dengan tarif bea masuk 0% ke pasar Eropa, peluang produk-produk Indonesia untuk bersaing semakin terbuka lebar.

Tidak hanya mendongkrak daya saing, perjanjian ini juga mempertegas posisi Indonesia sebagai mitra ekonomi yang diperhitungkan di kawasan global, terutama di tengah persaingan perdagangan bebas yang makin kompetitif.

Momentum penting ini diumumkan langsung dalam konferensi pers yang memperlihatkan kebersamaan dua pemimpin.

Presiden Prabowo Subianto berdiri berdampingan dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen—momen simbolis yang menandai berakhirnya proses negosiasi yang panjang dan melelahkan.

Kehadiran keduanya menjadi bukti nyata komitmen kedua pihak untuk menjalin hubungan dagang yang setara dan saling menguntungkan.

Dalam pidatonya yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Minggu, 13 Juli 2025, Prabowo menegaskan arti penting kesepakatan ini.

“Hari ini adalah hari bersejarah bagi hubungan ekonomi Indonesia dan Uni Eropa. Setelah satu dekade berunding, kami berhasil menyepakati Comprehensive Economic Partnership Agreement—perjanjian perdagangan bebas yang mengikat kedua belah pihak untuk saling membuka akses pasar,” tegas Prabowo.

Presiden Prabowo menegaskan, perjanjian ini bukan sekadar dokumen, tetapi tonggak kerja sama strategis yang dirancang untuk saling mengakomodasi kepentingan ekonomi kedua kawasan.

Di satu sisi, Eropa membawa keunggulan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi mutakhir, serta pendanaan hijau.

Di sisi lain, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat diperlukan dunia, terutama dalam mendukung transisi energi bersih dan percepatan transformasi digital.

“Sinergi ini bukan hanya menguntungkan kedua pihak, tetapi juga membawa kontribusi signifikan bagi stabilitas ekonomi dan geopolitik dunia. Indonesia adalah bagian besar dari ASEAN, dan kemitraan ini akan memperkuat posisi kawasan di panggung global,” tambah Prabowo.

Respon Positif

Di sisi lain, Ursula von der Leyen memuji kesepakatan ini sebagai langkah besar yang akan menghubungkan potensi Indonesia dengan kekuatan pasar Uni Eropa.

Menurutnya, CEPA akan membuka peluang baru di sektor-sektor strategis seperti pertanian, otomotif, jasa, hingga rantai pasok bahan baku penting bagi transisi energi hijau dan digital.

“Setelah satu dekade, kita akhirnya menembus kebuntuan. Ini bukti bahwa kemitraan jangka panjang harus dibangun di atas fondasi kepercayaan, transparansi, dan nilai bersama,” ujar Ursula.

Ia juga menyoroti besarnya potensi Indonesia yang memiliki nilai ekonomi sebesar 1,2 triliun euro dan populasi lebih dari 287 juta jiwa.

Fakta bahwa Indonesia baru menjadi mitra dagang kelima terbesar Uni Eropa di ASEAN disebutnya sebagai peluang besar yang belum digarap maksimal.

Sebagai bentuk komitmen memperkuat hubungan antarmasyarakat, Ursula turut mengumumkan kebijakan visa cascade.

Mulai sekarang, warga negara Indonesia yang melakukan kunjungan kedua ke wilayah Schengen berhak atas visa multi-entry.

Kebijakan ini diharapkan akan mempermudah mobilitas untuk studi, investasi, hingga pertukaran budaya lintas benua.

Peluang Pasar

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan, begitu perjanjian ini resmi diimplementasikan, produk ekspor Indonesia akan mendapat fasilitas bea masuk 0% di pasar Uni Eropa.

Sebuah terobosan besar yang menjanjikan peningkatan daya saing produk nasional di Eropa.

“Artinya produk kita punya peluang besar masuk Eropa tanpa tarif. Ini momentum emas untuk meningkatkan ekspor kita,” jelas Airlangga.

Ia juga menggarisbawahi betapa peliknya perundingan IEU-CEPA, yang turut dipengaruhi dinamika geopolitik global dan langkah Indonesia untuk bergabung dengan OECD.

Meski begitu, Airlangga memastikan tak ada hambatan berarti yang tersisa, dan penandatanganan resmi ditargetkan pada kuartal ketiga 2025.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Budi Santoso menekankan betapa pentingnya Uni Eropa sebagai pasar alternatif selain Amerika Serikat.

Dengan nilai impor Uni Eropa ke dunia yang mencapai 6,6 triliun dolar AS—hampir dua kali lipat dari Amerika Serikat—Budi optimistis produk Indonesia punya ceruk pasar yang menjanjikan.

“Kalau kita bisa memperbesar ekspor ke Uni Eropa, ini akan jadi alternatif kuat bagi pasar kita di luar Amerika,” tegasnya.

Isu sensitif seperti European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) pun berhasil dijembatani, dengan sikap Uni Eropa yang mulai melunak.

Pemerintah memproyeksikan ekspor Indonesia bisa melonjak hingga 57,76% dalam tiga tahun ke depan lewat IEU-CEPA.

Komoditas utama yang berpotensi mendominasi pasar Eropa antara lain minyak kelapa sawit beserta turunannya, bijih tembaga, oleokimia, produk alas kaki, bungkil kelapa, besi baja, lemak coklat, kopra, serta produk karet dan mesin.

Rampungnya IEU-CEPA adalah sinyal kuat bahwa Indonesia tidak lagi sekadar pasar pasif, melainkan mitra strategis yang diperhitungkan di tengah upaya global menuju ekonomi hijau dan digital.

Terobosan ini diharapkan menjadi jembatan bagi produk Indonesia menjelajah Eropa tanpa batas tarif, memperluas jejaring investasi, serta mempererat ikatan antarmasyarakat lintas benua.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS