Perang Narkoba: Di Balik Jerat Sindikat, Perempuan Jadi Ujung Tombak Peredaran

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Marthinus Hukom. (Foto: Dok.Setpres)

PARBOABOA, Jakarta – Di balik angka penangkapan pengedar narkoba yang terus meningkat, tersimpan potret buram: semakin banyak perempuan terjerat dalam jaring gelap bisnis haram ini.

Data Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan bagaimana perempuan bukan sekadar figuran, tetapi dijadikan pion utama untuk mengelabui hukum. Ironisnya, banyak dari mereka justru diperdaya dan dimanfaatkan oleh sindikat narkotika yang licik.

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Marthinus Hukom tak menampik fakta pahit ini.

Ia membeberkan bahwa pola peredaran narkoba belakangan memang kian sering melibatkan perempuan.

Mereka berperan mulai dari pengantar barang haram lintas kota hingga menduduki posisi bandar.

Dalam salah satu operasi besar yang digelar BNN baru-baru ini, tercatat 285 orang ditangkap. Dari jumlah tersebut, 29 di antaranya adalah perempuan.

“Atau sekitar sepuluh persen dari total tersangka yang berhasil diamankan,” ungkap Marthinus saat konferensi pers pada Juni 2025 lalu.

Data ini menjadi alarm keras bahwa sindikat narkotika kini tak segan menjadikan perempuan sebagai tameng peredaran.

Menurut Marthinus, pemilihan perempuan sebagai kurir bukan tanpa alasan. Mereka dinilai lebih ‘aman’ karena kecil kemungkinan menimbulkan kecurigaan aparat penegak hukum di lapangan.

“Para perempuan yang tertangkap ini, mereka diperdaya oleh sindikat narkoba untuk mengedarkan barang haram,” tegasnya.

Dalam praktiknya, para perempuan kurir bahkan dipaksa menyembunyikan narkoba di area tubuh yang paling sulit diperiksa, termasuk di bagian alat kelamin, demi menghindari deteksi.

“Inilah bentuk kelicikan sindikat narkotika. Mereka tahu bagaimana memanfaatkan kelemahan celah pengawasan,” kata Marthinus, menekankan bagaimana eksploitasi ini menodai harkat perempuan.

Sebagai penegak hukum, Marthinus menilai bahwa perempuan seharusnya dilindungi dari jerat jaringan narkotika.

Menurutnya, perempuan memegang peranan penting dalam menjaga nilai moral di tengah keluarga dan masyarakat.

“Mereka harus dijauhkan dari pengaruh, apalagi tipu daya sindikat narkotika yang memanfaatkan kesulitan ekonomi atau bujuk rayu uang cepat,” imbuhnya.

Sayangnya, realitas di lapangan menunjukkan bahwa tidak sedikit perempuan yang rela terjun menjadi kurir demi imbalan uang.

“Mereka ada yang secara sadar bersedia membantu sindikat narkoba menjalankan bisnis kotor ini,” sesalnya.

Marthinus menegaskan, pihaknya kini terus mendalami lebih jauh untuk mengungkap sejauh mana perempuan menjadi korban atau justru bertransformasi menjadi aktor di balik bisnis haram ini.

“Apa motif mereka, apa yang mendorong, semua masih kami dalami,” jelasnya.

Fenomena ini juga diperkuat dengan munculnya figur-figur perempuan yang memiliki posisi sentral di jaringan internasional.

Salah satunya adalah Dewi Astutik, yang dikenal pula dengan nama alias Paryatin. Bukan sekadar kurir, Dewi ditengarai menjadi otak penyelundupan sabu seberat dua ton di wilayah perairan Kepulauan Riau.

Jejak operasi Dewi bahkan menembus kawasan Golden Triangle—wilayah segitiga perbatasan Thailand, Myanmar, dan Laos—yang lama dikenal sebagai pusat peredaran narkoba Asia Tenggara.

Dari hasil penelusuran BNN, Dewi tercatat sebagai warga negara Indonesia yang berafiliasi dengan sindikat narkotika asal Afrika.

Fakta ini kian menegaskan betapa seriusnya keterlibatan perempuan dalam lingkaran narkotika lintas negara.

Perang melawan narkoba di Indonesia pun tak bisa lagi hanya berfokus pada pemberantasan kurir laki-laki.

Jebakan sindikat kini merambah siapa saja, termasuk perempuan yang diiming-imingi jalan pintas untuk meraih uang cepat.

Bagi BNN, kerja keras tak hanya di lapangan, tetapi juga pada upaya pencegahan agar kaum perempuan tidak lagi menjadi pion yang dikorbankan.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS