PARBOABOA, Jakarta – Di tengah riuh protes ratusan pelaku wisata di Gedung Sate, Bandung, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tetap berdiri tegak pada kebijakan larangan study tour.
Kebijakan yang dituding mematikan napas pariwisata ini justru diyakini Dedi sebagai langkah melindungi kantong orang tua dan memurnikan tujuan pendidikan.
Senin pagi, 21 Juli 2025, Gedung Sate di Jalan Diponegoro, Bandung, dipadati Ratusan anggota Asosiasi Jip Wisata Lereng Gunung Merapi dari Sleman, Yogyakarta, membaur dengan para sopir bus pariwisata, travel agent, hingga pelaku UMKM.
Mereka datang membawa satu tuntutan: Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi harus mencabut larangan study tour yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jabar Nomor 45/PK.03.03/KESRA.
Kebijakan yang diteken pada 6 Mei 2025 itu, menurut mereka, meruntuhkan mata rantai ekonomi pariwisata yang bertahun-tahun menjadi penopang penghidupan ribuan pekerja sektor informal.
Ketua Asosiasi Jip Wisata Lereng Merapi, Dardiri, menegaskan kehadiran rombongannya di Bandung demi mendukung rekan-rekan sesama pelaku wisata yang terimbas aturan ini.
"Kami datang jauh-jauh dari Sleman untuk mendukung aksi kawan-kawan di Jawa Barat. Dampaknya juga kami rasakan di Merapi," ungkap Dardiri kepada media, Senin, (21/072025).
Bagi Dardiri dan ratusan rekannya, study tour sekolah bukan sekadar piknik anak sekolah.
Rombongan pelajar justru menjadi tulang punggung kunjungan wisata di Merapi. Sebelum larangan, satu armada jip wisata Lava Tour bisa mengangkut rombongan hingga empat kali sehari.
Namun sejak aturan diteken, rata-rata hanya dua order per hari meski di puncak libur sekolah Juni-Juli lalu.
Menurut catatan internal Asosiasi, kunjungan wisatawan study tour dari Jawa Barat saja berkontribusi hampir 35% terhadap total pengguna jasa jip wisata Merapi.
Setelah larangan keluar, angka ini anjlok. Sopir jip pun terpaksa lebih bergantung pada wisatawan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
"Sebelumnya, siswa dari Garut, Bandung, Ciamis, Cirebon itu datang ramai-ramai naik jip. Sekarang sepi," keluh Dardiri.
Ia menambahkan, jika alasan pemerintah soal keselamatan, sebenarnya di Sleman sudah diterapkan protokol ketat: setiap bus wajib dicek kelayakannya, begitu pula armada jip yang rutin diservis agar aman.
Bagi para pengusaha wisata, kebijakan Dedi Mulyadi adalah palu godam yang memutus napas industri lokal.
Mereka mendesak agar SE Nomor 45/PK.03.03/KESRA segera dicabut. Harapannya, roda ekonomi bisa kembali bergulir, terutama di sektor-sektor penopang seperti transportasi wisata, pemandu lokal, kuliner, hingga pengrajin cinderamata.
"Semoga Pak Gubernur mau mendengar jeritan kami," pungkas Dardiri penuh harap.
Tetap Teguh
Namun harapan itu ditanggapi dingin oleh Dedi Mulyadi. Sosok kelahiran Subang, Jawa Barat, 11 April 1971 ini bukan orang baru di panggung politik.
Pernah menjabat Bupati Purwakarta dua periode (2008–2018), Dedi dikenal publik sebagai figur yang vokal soal kebijakan berbasis budaya lokal dan pemberdayaan desa.
Saat menjabat Bupati, ia gencar mempopulerkan kebijakan pendidikan karakter Panca Waluya, yang kini menjadi pijakan sikapnya sebagai Gubernur Jabar.
"Saya tidak akan mencabut larangan study tour. Kegiatan itu hanya membebani orang tua. Ini hanya piknik berkedok belajar," tegasnya di hadapan wartawan, di Gedung Sate, Bandung. Selasa, (22/07/ 2025).
Bagi Dedi, study tour telah melenceng dari esensi awalnya. Yang semestinya menjadi sarana pembelajaran di luar kelas, kini justru berubah menjadi ajang wisata mewah yang memberatkan wali murid.
Tidak jarang, orang tua berpenghasilan pas-pasan terpaksa meminjam uang demi membiayai anaknya agar tidak malu di sekolah.
Dalam Surat Edarannya, Dedi menegaskan sekolah bisa mengganti kegiatan study tour mahal dengan wisata edukatif di lingkungan terdekat: desa wisata, sentra UMKM, hingga laboratorium terbuka di bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan pengelolaan sampah.
"Saya berpihak pada rakyat kecil. Pendidikan harus efisien dan mendidik karakter, bukan jadi beban biaya di luar kebutuhan belajar," kata pria yang pernah menyabet penghargaan Best Regulator dari Kemendagri tahun 2016 ini.
Kebijakan larangan study tour menambah daftar langkah-langkah Dedi yang kerap kontroversial. Sebagian masyarakat mendukung karena yakin keputusan ini melindungi orang tua murid dari pungutan liar berkedok edukasi. Di sisi lain, pelaku pariwisata menilai larangan ini mematikan sumber nafkah ribuan keluarga.
Dedi berdiri di tengah pro dan kontra itu. Ia berpegang pada visi mendidik siswa agar tidak terjebak budaya konsumtif dan pamer. Baginya, keputusan ini adalah jalan panjang memulihkan kembali makna belajar di luar kelas yang sebenarnya.